28 Februari 2017

Tantangan Kemandirian #5
By. Defi Sulistyana

Bismillaahirrohmaanirrohiim.

Alhamdulillaahilladzi bini'matihi tatimush shalihat.
Sahabat, 
Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam berkata,
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
Robbi hablii minash shoolihiin” [Ya Rabbku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh]”. (QS. Ash Shaffaat: 100). 
Doa ini pastilah sudah sangat fasih kkta lafalkan dalam keseharian kita, bagaimana tidak, kita pasti berharap pada Allah azza wa jalla untuk diberikan anak turun yang shalih shalihah. 
Begitu pula saat Allah perkenankan kita mendidik anak-anak kita dalam dekapan kita, senantiasa akan kita ucap doa ini.
Memiliki anak shalih yang bisa menghantarkan kita dan keluarga dalam kebaikan hingga mencapai Jannah.

Anak-anak shalih, akan lebih melejit saat anak bisa mencapai aqil dimasa balighnya. Lalu, apakah mungkin hal ini terjadi begiti saja? tentu tidak.
Apalagi, di masa sekarang ini, masa baligh anak bisa saja diraih saat umur mereka masih terlampau muda.
Ya, aqil baligh itu bagi saya adalah sebuah kesatuan yang harapannya bisa dicapai secara bersamaan. Saat seseorang sudah baligh, harapannya secara pemikiran pun sudah matang (aqil). 
Kita bisa asalkan kita ikhtiar. Dan mengajarkan anak tentang kemandirian merupakan salah satu cara anak bisa melatih skill kematangan berpikirnya.
Kita mengenal ada advertise Qoution atau AQ, ini beda dengan IQ maupun EQ. karena AQ ini adalah tahap kematangan berpikir seseorang. Jadi, saat ia muda dan sudah bagus AQ nya maka, ia tak perlu berlama-lama mengurus dirinya, dan ia bisa memberikan karya nyata pada umat.

Wow! keren.. siapa tak ingin punya anak seperti itu..
Seperti halnya kk sa yang saat ini sedang berada pada tahap latihan kemandirian. Akan tetapi, ada kehambaran yang saya rasakan, setelah tempo hari suami mengatakan, jangan fokus pada bisa makan sendiri, tapi fokus pada prosesnya. iya proses. ternyata saya terlalu instan memaknai "makan, DIY" tanpa kemudian sadar bahwa tahapan usianya masih belum mengakar hubungan sebab-akibat, kalau tidak makan, maka lapar, kalau lapar maka lesu, kalau lesu maka bisa berakibat sakit. Ini hubungan sebab-akibat sederhana menurut kita, tapi tidak menurut kk sa.

Okey, kemudian saya mulai berpikir ulang tentang merancang proses.
Maka, dilatihan kemandirian senin 27 Febuari 2017 ini, saya mencoba 'test the water' buat si kk.
Seharian ini saya memang tidak akan kemana, karena ruangan bapak saya yang very private buat dikunjungi anak-anak membuat saya belum bisa membesuk bapak. (Sehat-sehat nggeh pak....)

Pagi ini, si kk makan dengan opor tahu bikinan bunda, kesukaannya. Lalu, bunda mencoba menyiapkannya dalam piring melamin dan menaruh di karpet makannya. Dikeluarga kecil kami, walau sebenarnya meja makan tidak sulit kami beli, akan tetapi suami lebih suka jika kami makan di lesehan. So, karpet adalah trik jitu agar nasi tidak kering di lantai.

Dengan menyetel siaran berbayar Nick,JR.. saya mencoba meletakkan dan mengatakan, ayo kak makan...
saya amati nasi itu tidak segera di samperinnya. mata cantiknya masih tertuju ke siaran dora kesukaannya. Akan tetapi lambat laun ia hampiri piring itu, and welldone! ia makan... hahaha. lucu ya.

Berhasil beberapa suap hampir membuat saya bangga diri, tapi ternyata terhenti sebelum sendok ke 10. oke, eksekusi lanjutkan bu komendan!

🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝
🐞🐞🐞🐞🐞🐞🐞🐞🐞🐞🐞🐞🐞🐞🐞🐞

Bahkan lebah pastinya belajar bagaimana caramya mengolah makananmya menjadi madu dengan cita rasa tinggi.

Bright Star for you dear....

(written. Rabu, 1 Maret 2017, 22.05)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ALIRAN RASA GAMES LEVEL 5 KELAS BUNSAY #2 KOORDI IIP by. Defi Sulistyana “Yang Tak Terlupakan” Bismillaah, Ramadhan seakan ...