13 Februari 2009

Ketika sesuatu tak seperti harapan.. (part 1)

hari ini, saya memulai aktivitas di pagi hari dengan menyusun segala rencana waktu dan agenda yang akan saya lakukan, semua sudah terperinci, mulai dari rapat, kuliah, ngisi ngaji, pertemuan dengan asesor BAN PT, rapat, kuliah umum,dll. Seolah waktu dalam sehari ini kurang untuk melakukan segala aktivitasku,
saya berfikir dengan merigitkan segala agenda yang akan saya lakukan, saya tidak akan keteteran dan semua bisa saya lakukan, akan tetapi saya kemudian teringat bahwa segala rencana Allah itu indah,
rapat pagi molor karena ada yang terlambat, kuliah tidak konsen karena terlalu banyak yang mengikuti, dll. yang intinya ternyata apa yang sudah saya tuliskan pada buku agenda saya tidak terlaksana secara keseluruhan.
saya kemudian teringat sebuah tausiyah seorang 'al-Ukh' lulusan UNS yang sempat kenal dekat dengan saya,..
dalam tausiyah yang disajikan dalam kajian itu, beliau menyebutkan bila tidak semua yang kita inginkan pasti terwujud,..akan tetapi Allah menilai proses yang kita jalani...
"surga tidak kita peroleh dengan cara duduk duduk saja,..surga bermuara dari amalan kita..."
(to be continued...)

12 Februari 2009

"the resume" Dari Gerakan ke Negara

sedikit tulisan ini merupakan kutipan dari buku yang pernah saya baca saat saya di awal semester5 dulu, buku dari Ust.Anis Matta yang berjudul Dari Gerakan ke Negara...semoga bisa menginspirasi kita untuk menjadi pemuda muslim yang dapat berkarya untuk bangsa...


Melalui sebuah model gerakan, Islam telah menyebarkan kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Pada masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz, amil-amil zakat bahkan telah berkeliling di benua Afrika untuk mencari fakir miskin yang berhak menerima zakat, namun tidak menemukannya. Pasalnya, Islam telah menegakkan keadilan bagi seluruh umat manusia, hingga rakyat jelata dari kalangan Qibhti di Mesir berarti menuntut seorang gubernur sekaliber ’Amr bin Ash di hadapan khalifah Umar bin Khattab. Islam juga telah menyebarkan ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang kelak mengantar orang-orangmenjadi lebih berbudaya.

Kita dapat melukiskan masa kejayaan itu dalam lembar yang jauh lebih panjang. Apabila kita ingi meringkas tahapan pertumbuhan Islam dalam sejarah, kita dapat meringkasnya dalam tiga kata: manusia, negara, dan peradaban. Manusia adalah subjeknya, negara adalah institusinya, dan peradaban adalah karyanya.

Pertanyaannya, manusia seperti apa yang mampu menjadi subjek bagi terwujudnya sebuah Negara yang mempresentasikan kemakmuran, kesejahteraan, dan keadilan bagi seluruh manusia? Model Negara seperti apa yang mampu mewujudkan cita-cita mulia dambaan semua manusia itu? Peradaban seperti apa pula yang bakal mewujud jika model manusia dan negara seperti itu lahir?

Perangkat utama yang diperlukan untuk menegakkan negara adalah:sistem, manusia, tanah, dan jaringan sosial.

Negara adalah institusi yang diperlukan untuk menerapkan sistem tersebutinilah perbedaan mendasar dengan negara sekuler, dimana sistem atau hukum mereka adalah hasil dari produk kesepakatan bersama.

Bagaimana institusi negara, dalam konsep Islam, dijadikan sarana untuk menegakkan sebuah peradaban. Atau dengan kata lain, negara bukanlah akhir, tapi justru menjadi awalan dari sebuah peradaban.

Apabila kita ingin meringkas tahapan pertumbuhan islam dalam sejarah, maka kita dapat meringkasnya dalam tiga kata : manusia, negara, peradaban. Manusia adalah subjeknya, negara adalah institusinya, dan peradaban adalah karyanya.

Sebuah cita-cita yang luhur membutuhkan manusia-manusia yang sama luhurnya dengan cita-cita itu; sebuah cita-cita yang besar membutuhkan manusia-manusia yang sama besarnya dengan cita-cita itu; sebuah sitem yang baikhanya akan memperlihatkan keindahannya jika diterapkan oleh manusia-manusia yang sama baiknya dengan sistem tersebut. Maka, ketika Islam diturunkan sebagai sistem kehidupan yang paling komprehensif dan integral, ia telah melahirkan sebuah fenomena kehidupan yang indah karena dua hal : kebenaran risalahnya dan kkuatan pesona rasulnya.

Permasalahan saat ini adalah jarak antara peluang islam menjadi ideologi dunia dan kemampuan kaum muslimin untuk merebut peluang tersebut adalah sangat jauh. Oleh karena itu, tugas peradaban saat ini adalah mendekatkan jarak itu; jarak antara islam dengan manusia muslimin, jarak antara peluang dengan kemampuan untuk merebutnya. Manusia iilah yang haru kita rekonstruksi ulang.

Itulah semua yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Selama tiga belas tahun berdakwah dan membina sahabat-sahabatnya di Mekah, menyiapkan semua perangkat yang diperlukan dalam mendirikan sebuah negara yang kuat.

Begitulah transformasi itu terjadi. Ketika gerakan da’wah menemui kematangannya, ia menjelma jadi negara, ketika semua persyaratan dari sebuah negara kuat telah terpenuhi, negara itu tegak di atas bumi. Proses transformasi ini memang terjadi sangat cepat dan dalam skala yang sangat besar. Proses ini sekaligus mengajari kita dua hakikat besar : pertama, tentang hakikat dan tujuan dakwah serta strategi perubahan sosial. Kedua, tentang hakekat negara dan fungsinya.

Islam tidak membuat batasan tertentu tentang tentang negara. Bentuk boleh berubah, tapi fungsinya sama:institusi yang mewadahi penerapan syariah Allah swt. Itulah sebabnya bentuk Negara dan pemerintahan dalam sejarah Islam telah mengalami berbagai perubahan, dari system khilafah ke kerajaan dan sekarang berbentuk negara bangsa dengan sistem yang beragam. Walaupun tentu saja ada bentuk bentuk yang lebih efektif menjalankan peran dan fungsi tersebut, yaitu sistem khilafah yang sebenarnya lebih mirip dengan konsep global state. Tapi, efektifitasnya tidaklah ditentukan semata oleh bentuk dan system pemerintahannya, tapi terutama ditentukan oleh suprastrukturnya, yaitu manusia.

Kita dapat melukiskan masa kejayaan itu dalam lembar yang jauh lebih panjang. Tapi, bukan itu yang ingin kita tegskan di sini. Yang ingin kita tegaskan disini adalah bagaimana institusi negara, dalam konsep Islam, dijadikan sarana utuk menegakkan sebuah peadaban. Atau dengan kta lain, negara bukanlah akhir, tapi justru merupakan awal dari sebuah peradaban.

Yang permanen dalam politik Islam adalah fungsi negara sebagai instrumen penegak syariat Allah. Adapun bentuk Negara, mulai dari khilafah, dinasti, hingga Negara bangsa, dan system pemerintahannya, mulai dari parlementer, presidensiil hingga monarki, semua tetap dapat diakomodasi selama Negara itu menjalankan fungsi dasarnya.

Menghadirkan pemimpin Islam ke panggung kekuasaan di negeri ini memang tidak sederhana. Salah besarlah mereka yang menganggap bahwa berpolitik hanya bekerja untuk meraih kekuasaan. Salah besarlah mereka yang menganggap bahwa pekerjaan partai-partai Islam adalah mendulang sura sebanyak-banyaknya.

Jadi, pemaknaan aktivitas politik kita harus diubah secara mendasar. Yang kita lakukan adalah sebuah gerakan kebangkitan kembali yang komprehensif dan integral: menyiapkan pemimpin, mengondisikan umat, membangun institusi, dan merumuskan konsep. Pemaknaannya bukan sekadar kampanye politik, dan setelah itu mengutuk umat yang tidak memihak kita.

Harakah Islam memang ditakdirkan hadir untuk menyelesaikan perkara-perkara umat sekaligus memimpin mereka, setelah tak ada lagi orang atau generasi yang dapat mereka harapkan. Dalam situasi yang paling sulit sekalipun, harakah akan keluar sebagai pemenang, jika kita mengelola situasi sulit dengan semangat kolektivitas yang tinggi dan semangat perbaikan berkesinambungan: selalu bersama dan tetap maju.


satu hal yang ingin saya tekankan bahwa kita sebagai pemuda islam WAJIB berkarya untuk kemajuan dan kemakmuran negeri tercinta ini...

wallahu a'lamu bishshowab.


asMa' binti yasid bin sakan

Beliau adalah Asma` binti Yazid bin Sakan bin Rafi` bin Imri`il Qais bin Abdul Asyhal bin Haris al-Anshariyysh, al-Ausiyyah al-Asyhaliyah.

Beliau adalah seorang ahli hadis yang mulia, seorang mujahidah yang agung, memiliki kecerdasan, dien yang bagus dan ahli argumen, sehingga beliau menjuliki sebagai “juru bicara wanita”.

Diantara keistimewaan yang dimiliki oleh Asma` adalah kepekaan inderanya dan kejelian perasaannya serta kehalusan hatinya. Selebihnya dalam segala sifat sebagaimana yang dimiliki oleh wanita-wanita Islam yang lain yang telah lulus dari madrasah nubuwwah yakni tidak terlalu lunak (manja) dalam berbicara, tidak merasa hina, tidak mau dianiaya dan dihina, bahkan beliau adalah seorang wanita yang pemberani, tegar dan mujahidah. Beliau menjadi contoh yang baik dalam banyak medan peperangan.

Asma` mendatangi Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa sallam pada tahun pertama hijrah dan beliau belum berbai`at kepadanya dengan bai`at Islam. Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa sallam membai`at para wanita dengan ayat yang tersebut dalam surat al-Mumtahanah. Yaitu firman Allah :

“Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatupun dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akn membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q,.s. al-Mumtahanah:12).

Bai`at dari Asma` binti Yazid adalah untuk jujur dan ikhlas, sebagaimana

yang disebutkan riwayatnya dalam kitab-kitab sirah bahwa Asma` mengenakan dua gelang emas yang besar, maka Nabi SAW bersabda :

“Tanggalkanlah kedua gelangmu wahai Asma`, tidakkah kamu takut jika Allah mengenakan gelang kepadamu dengan gelang dari api neraka?”

Maka segerahlah beliau tanpa ragu-ragu dan tanpa komentar untuk mengikuti perintah Rasululah shallallâhu 'alaihi wa sallam, maka beliau melepaskannya dan meletakkannya di depan Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam.

Setelah itu Asma` aktif untuk mendengar hadist Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam yang mulia dan beliau bertanya tentang persoalan-persoalan yang menjadikan ia faham dalam urusan dien. Beliau pulalah yang bertanya kepada Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam tentang tata cara thaharah bagi wanita yang selesai haidh. Beliau memiliki kepribadian yang kuat dan tidak malu menanyakan sesuatu yang haq. Oleh karena itulah Ibnu Abdil Barr berkata: “Beliau adalah seorang wanita yang cerdas dan bagus diennya”.

Beliau dipercaya oleh kaum muslimah sebagai wakil mereka untuk berbicara dengan Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam tentang persoalan –persoalan yang mereka hadapi. Pada suatu ketika Asma` mendatangi Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam dan bertanya : “Wahai Rasulullah , sesungguhnya saya adalah utusan bagi seluruh wanita muslmah di belakangku, seluruhnya mengatakan sebagaimana yang aku katakan dan seluruhnya berpendapat sesuai dengan pendapatku. Sesungguhnya Allah Ta`ala mengutusmu bagi seluruh laki-laki dan wanita, kemudian kami beriman kepadamu dan membai`atmu. Adapun kami para wanita terkurung dan terbatas gerak langkah kami. Kami menjadi penyangga rumah tangga kaum lelaki, dan kami adalah tempat melampiaskan syahwat mereka, kamilah yang mengandung anak-anak mereka, akan tetapi kaum lelaki mendapat keutamaan melebihi kami dengan shalat jum`at, mengantar jenazah dan berjihad. Apabila mereka keluar untuk berjihad kamilah yang menjaga harta mereka, yang mendidik anak-anak mereka, maka apakah kami juga mendapat pahala sebagaimana yang mereka dapat dengan amalan mereka?

Mendengar pertanyaan tersebut, Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam menoleh kepada para sahabat dan bersabda : “Pernahkah kalian mendengar pertanyaan seorang wanita tentang dien yang lebih baik dari apa yang dia tanyakan?”.

Para sahabat menjawab, “Benar, kami belum pernah mendengarnya ya Rasulullah!”

Kemudian Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Kembalilah wahai Asma` dan beritahukanlah kepada para wanita yang berada di belakangmu bahwa perlakuan baik salah seorang diantara mereka kepada suaminya, dan meminta keridhaan suaminya, mengikuti (patuh terhadap) apa yang ia disetujuinya, itu semua setimpal dengan seluruh amal yang kamu sebutkan yang dikerjakan oleh kaum lelaki”.

Maka kembalilah Asma` sambil bertahlil dan bertakbir merasa gembira dengan apa disabdakan Rasuslullah shallallâhu 'alaihi wa sallam.

Dalam dada Asma` terbetik keinginan yang kuat untuk ikut andil dalam berjihad, hanya saja kondisi ketika itu tidak memungkinkan untuk merealisasikannya. Akan tetapi setelah tahun 13 Hijriyah setelah wafatnya Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam hingga perang Yarmuk beliau menyertainya dengan gagah berani.

Pada perang Yarmuk ini, para wanita muslimah banyak yang ikut andil dengan bagian yang banyak untuk berjihad sebagaimana yang disebutkan oleh al-Hafizh Ibnu Katsir dalam al-Bidâyah wa an-Nihâyah, beliau membicarakan tentang perjuangan mujahidin mukminin. Beliau berkata: “Mereka berperang dengan perang besar-besaran hingga para wanita turut berperang di belakang mereka dengan gagah berani”.

Dalam bagian lain beliau berkata: “Para wanita menghadang mujahidin yang lari dari berkecamuknya perang dan memukul mereka dengan kayu dan melempari mereka dengan batu. Adapun Khaulah binti Tsa`labah berkata:

Wahai kalian yang lari dari wanita yang bertakwa

Tidak akan kalian lihat tawanan

Tidak pula perlindungan

Tidak juga keridhaan

Beliau juga berkata dalam bagian lain: “Pada hari itu kaum muslimah berperang dan berhasil membunuh banyak tentara Romawi, akan tetapi mereka memukul kaum muslimin yang lari dari kancah peperangan hingga mereka kembali untuk berperang”.

Dalam perang yang besar ini, Asma binti Yazid menyertai kaum muslumin bersama wanita mukminat yang lain berada di belakang para Mujahidin mencurahkan segala kemampuan dengan membantu mempersiapkan senjata, memberikan minum bagi para mujahidin dan mengobati yang terluka diantara mereka serta memompa semangat juang kaum muslimin.

Akan tetapi manakala berkecamuknya perang, manakala suasana panas membara dan mata menjadi merah, ketika itu Asma` lupa bahwa dirinya adalah seorang wanita. Beliau hanya ingat bahwa dirinya adalah muslimah, mukminah dan mampu berjihad dengan mencurahkan dengan segenap kemampuan dan kesungguhannya. Hanya beliau tidak mendapatkan apa-apa yang di depannya melainkan sebatang tiang kemah, maka beliau membawanya dan berbaur dengan barisan kaum muslimin. Beliau memukul musuh-musuh Allah ke kanan ke kiri hingga dapat membunuh sembilan orang tentara Romawi, sebagaimana yang dikisahkan oleh Imam Ibnu Hajar tentang beliau: “Dialah Asma` binti Yazid bin Sakan yang menyertai perang Yarmuk, ketika itu beliau membunuh sembilan tentara Romawi dengan tiang kemah, kemudian beliau masih hidup selama beberapa tahun setelah peperangan tersebut.

Asma` keluar dari peperangan dengan membawa luka di punggungnya dan Allah menghendaki beliau masih hidup setelah itu selama 17 tahun karena beliau wafat pada akhir tahun 30 Hijriyah setelah menyuguhkan kebaikan kepada umat.

Semoga Allah merahmati Asma` binti Yazid bin Sakan dan memuliakan dengan hadis yang telah beliau riwayatkan bagi kita, dan dengan pengorbanan yang telah beliau usahakn, dan telah beramal dengan sesuatu yang dapat dijadikan pelajaran bagi yang lain dalam mencurahkan segala kemampuan dan susah demi memperjuangkan al-Haq dan mengibarkan bendera hingga dien ini hanya bagi Allah.

(Diambil dari buku Mengenal Shahabiah Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam dengan sedikit perubahan, penerbit Pustaka AT-TIBYAN, Hal. 172-176)

ALIRAN RASA GAMES LEVEL 5 KELAS BUNSAY #2 KOORDI IIP by. Defi Sulistyana “Yang Tak Terlupakan” Bismillaah, Ramadhan seakan ...